Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Sebuah Khayalan Menjelang Petang AWAL mula postingan ini sejatinya tulisan status saya di Facebook. Saya membayangkan, bagaimana seandainya Hari Raya Nyepi yang selama ini dirayakan hanya di Bali saja, ternyata dirayakan di seluruh dunia. Kalau semuanya merayakan Nyepi, artinya seluruh aktivitas di berbagai belahan bumi stop selama 24 jam. Ketika sampai pada bayangan bahwa seluruh aktivitas di dunia ini bakal terhenti selama 24 jam, saya belum sempat berpikir berapa persen energi yang mungkin bisa dihemat. Berapa persen pula polusi yang bisa dikurangi. Dan, berapa persen juga penyakit jiwa yang bisa diredam. Soalnya, saya sendiri tidak punya gambaran jelas mengenai itu semua. Karena memang saya tidak punya data. Apalagi melakukan survei secara langsung. Tapi, kebiasaan mengkhayal yang sejak SD sudah biasa saya lakukan rupanya mendorong saya untuk merenung lebih dalam. Saya pun mengabaikan angka-angka dan langsung pada kesimpulan bahwa pasokan energi di bumi semakin langka. Sebara

Valentine untuk Si Yatim dan Papa

Seperti di Bioskop
PEBRUARI 2011 memang sudah lewat. Tak banyak kegiatan yang digelar di Karangasem. Terkecuali, perayaan Valentine Day yang dilakukan anak-anak muda setempat. Saat perayaannya, suasana Kota Amlapura memang agak lain dari biasanya. Keramaian pada malam hari yang biasanya terbatas sampai pukul 20.00, saat itu justru bertahan sampai pukul 21.00.

Tapi, saat itu ada yang jauh lebih berbeda tinimbang geliat aktivitas anak muda yang meramaikan Kota Amlapura. Sehari sebelumnya, Minggu (13/2), seluruh anak yatim piatu tumpah ruah di Ballroom 27 Enterprise, Hardy’s Karangasem. Mereka berbaur pula dengan anak-anak dari keluarga papa atau tidak mampu.

Waktu itu, salah satu radio swasta di Karangasem, Oejoeng FM sedang bekerja sama komunitas wartawan saban hari ngetem di Karangasem dan menamakan dirinya Aliansi Jurnalis Karangasem (AJK). Keduanya berkolaborasi membentuk sebuah acara kecil-kecilan yakni nobar (nonton bareng) film Denias, Senandung di Atas Awan.

Ceritanya sih, acara itu untuk merayakan Valentine Day yang akan jatuh keesokan harinya. Nah, anak-anak yatim piatu dan dari keluarga kurang mampu itulah yang menjadi obyek acara lumayan dadakan itu.

Sebagian besar anak-anak yang diundang itu merupakan asuhan Yayasan Yasa Kerti, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), anak-anak Pesraman Tohpati. Serta, beberapa anak-anak berprestasi tapi berasal dari keluarga kurang mampu.

Menurut salah satu Empunya Gawe, nobar itu memang digelar sebagai perayaan Hari Kasih Sayang. Hanya saja, kegiatan itu lebih diarahkan pada anak-anak yatim piatu dan berasal dari keluarga kurang mampu. Itu sebabnya, dalam nobar itu, film yang diputar Denias, Senandung di Atas Awas. Film made in Indonesia besutan Sutradara John de Rantau yang sarat nilai edukasi dan inspirasi.

Tujuan akhir dari pemutaran film tersebut tak lain memotivasi para anak yatim piatu dan kurang mampu agar tetap percaya diri. Tidak minder atau merasa rendah diri serta lebih optimis menapaki jalan kehidupan yang ada di depannya. Sehingga, mereka pun sanggup berprestasi dan mampu menjadi orang-orang yang mandiri. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menengok Klebutan Toya Masem (2-habis)

Seandainya Seluruh Dunia Rayakan Nyepi?

Menengok Klebutan Toya Masem (1)